Jumat, 13 Januari 2012

Ginza daerah belanja kelas elit di Tokyo







Pada sebuah Sabtu saya mengunjungi daerah Ginza




Pada sebuah Sabtu saya mengunjungi daerah Ginza, daerah perbelanjaan kelas
atas di Tokyo (kalau di LA, seperti Rodeo Drive Beverly Hills). Dari tempat saya
menginap di Asakusa, saya tinggal naik jalur oranye (Metro Ginza line) dan
langsung turun di stasiun Ginza.

 



 




 







Setiap akhir pekan pada April hingga September, jalan yang membelah Ginza
ditutup dan dikhususkan bagi pejalan kaki. Terdapat beberapa tenda dan bangku
untuk beristirahat. Nah, di sinilah kesempatan saya melihat gaya hidup
keseharian penduduk setempat.



Yang paling menarik disimak tentu gaya pakaian. Amat berbeda dari para anak muda
di Harajuku. Warga di sini kebanyakan sudah mapan sehingga pilihan warna dan
potongan baju mereka terlihat lebih mahal dan berkelas.



 



 






Di pinggir jalan banyak beberapa pengamen jalanan atau seniman jalanan lainnya
seperti pesulap atau pantomim dan pedagang kaki lima yang menjual mainan
anak-anak. Lumayan menjadi hiburan mata. Beberapa pengendara sepeda juga
berseliweran.



Jika mengunjungi Ginza, bersiap-siaplah kagum dengan tampilan di setiap jendela
toko-toko mewah. Desain kerap berubah mengikuti musim dan produk baru. Beberapa
toko sukses membuat saya berhenti sejenak untuk menikmati desain jendela toko
mereka. Mikimoto, desainer perhiasan dari mutiara sekaligus pencipta mutiara
warna warni yang sering mensponsori ajang Mrs. Universe ini sengaja membuat
taman kecil di depan dan boks jendela kecil yang membuat orang penasaran untuk
mengintip.



 








Selain itu, Apple dengan desain toko serba metalik seolah menggambarkan kotak
dari masa depan juga sulit untuk ditolak magnetnya. Terletak di persimpangan
Chuo Dori dan Matsuyama Dori, toko dengan tujuh lantai ini adalah surga bagi
penggemar produk Apple — dengan bioskop khusus yang memutar video tutorial
produk-produk Apple.



Selain butik, pusat perbelanjaan mewah seperti Matsuya, Hankyu, dan Printemps (pusat
perbelanjaan lisensi dari Perancis) berjejeran juga di sepanjang Chuo Dori. Saya
memilih hanya memasuki Matsuya untuk menikmati suasananya. Selebihnya cukup
ditelusuri dari depan, menikmati berbagai pajangan di jendela depan.



 







Di salah satu persimpangan jalan dengan Chuo Dori ini, ada satu jalan dengan
jejeran pohon buah ceri (bahasa Jepangnya, Sakura) yang kebetulan sedang
berbunga. Saya lebih menikmati merekahnya bunga Sakura dengan alasan sederhana,
karena di negara sendiri tidak bisa mengalami hal seperti ini.





 







Setelah lelah menyusuri Chuo Dori, saya sempat mengalami dilema. Menghabiskan
malam dengan menonton film atau mengisi perut sambil ngaso sebentar di salah
satu restoran?



Soalnya, rekomendasi dari teman, salah satu yang harus dicoba di Ginza ini
adalah menonton di salah satu bioskop di situ. Namun, saya kemudian membatalkan
niat menonton setelah melihat semua film yang diputar film berbahasa Jepang
tanpa teks bahasa Inggris.



Saya pun menghabiskan malam di Ginza dengan menyantap udon termahal yang pernah
saya makan, yaitu unadon (udon belut) seharga Rp 275 ribu di salah satu restoran.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar